Mungkin ada yang bertanya bagaimana
hubungan antara Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan Tata Ruang (Penataan Ruang).
Jawabannya adalah keduanya memiliki hubungan yang baik-baik saja... hehehe.
Hubungan keempat hal tersebut dapat dikaitkan dari tinjauan regulasi dan
tinjauan teknis operasional.
Aspek regulasi tentunya dikaji
berdasarkan peraturan perundangan baik itu, UU, Peraturan pemerintah maupun
peraturan Menteri yang mengatur secara teknis pelaksanaan keempat hal tersebut.
sedangkan untuk aspek teknis operasional dikaitkan dengan pelaksanaannya pada
tataran kabupaten berdasarkan Peraturan Daerah dan peraturan Bupati.
AMDAL, UKL-UPL dan KLHS merupakan
dokumen lingkungan hidup yang diatur secara jelas dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan peraturan
teknis turunannya yaitu antara lain PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, Permen LH Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis dan Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, PP Nomor 46 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, dan Permen LH Nomor 69 Tahun 2017 tentang Tata
cara Penyelenggaraan KLHS. Sedangkan untuk Tata Ruang diatur secara rinci dalam
UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan PP Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Sementara untuk tata ruang
di daerah diatur lebih lanjut dalam RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota.
Sebelum saya menyampaikan
perbedaaan keempat hal tersebut, perlu dijelaskan terlebih dahulu persamaannya,
khususnya persamaan dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. AMDAL,
UKL-UPL, KLHS dan tata ruang sama-sama merupakan instrumen pencegahan
pencemaran kerusakan LH berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 (UU PPLH). Menurut
UU PPLH sebagai pengganti dari UU lingkungan hidup sebelumnya (UU No 23 Tahun
1997) bahwa keempatnya merupakan instrumen pencegahan dalam bidang PPLH.
Perbedaan mendasar AMDAL, UKL-UPL
dan KLHS adalah obyek dari instrumen pencegahan itu sendiri. AMDAL merupakan
kajian mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan,
sedangkan UKL-UPL merupakan kajian pengelolaan dan Pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan. Obyek
pencegahan atau pemantauan keduanya adalah usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting (AMDAL) atau tidak berdampak penting (UKL-UPL).
KLHS merupakan analisis untuk
memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Obyek
pencegahan dari KLHS adalah pembangunan suatu wilayah secara makro melalui
Kebijakan, rencana dan/atau program (KRP). Contoh KRP yang dinilai KLHS
misalnya RPJPN/D, RPJMN/D dan RTRW.
Jadi perbedaan mendasar ketiganya
adalah obyek yang dinilai atau yang dilakukan pencegahan. AMDAL dan UKL-UPL
merupakan Izin lingkungan yang diberikan kepada orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan sebagai persyaratan memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan
(PP No 27 Tahun 2012) sedangkan KLHS merupakan instrumen untuk memastikan pembangunan
suatu wilayah dan/atau KRP telah melaksanakan prinsip Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB). Atau sederhananya bahwa obyek yang dinilai AMDAL, UKL-UPL
adalah usaha/kegiatan sedangkan KLHS menilai KRP dalam pembangunan suatu
wilayah.
Sekarang apa itu tata ruang (bukan
tata uang lho.. hehe..). UU Nomor 26 tahun 2007 menyatakan bahwa tata ruang
merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang. Apa itu struktur ruang dan pola
ruang, silahkan baca sendiri UUnya ya.
Penataan Ruang merupakan suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang sudah diwujudkan dalam PP tentang
RTRW Nasional, Perda NTT tentang RTRW Provinsi NTT dan Perda Kabupaten Alor Nomor
2 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Alor 2013-2033. Secara umum dalam RTRW termuat
perencanaan ruang wilayah yang terbagi atas dua kawasan yaitu kawasan lindung
dan kawasan budidaya. Untuk aktivitas pemanfaatan SDA, Sumber Daya buatan dan
SDM dilakukan pada kawasan budidaya, sedangkan untuk wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup dinamakan kawasan
lindung.
Setelah Perencaan tata ruang telah
dilegalkan dalam bentuk RTRW, maka Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota
sesuai kewenangannya mengendalikan pemanfaatan ruang sebagai upaya mewujudkan
tertib ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaa
sanksi. Untuk lebih jelas mengenai keempat hal tersebut juga sudah diatur dalam
UU Nomor 26 tahun 2007.
Secara khusus mengenai perizinan
pemanfaatan ruang dalam hal ini izin penggunaan ruang diatur oleh OPD teknis di
daerah. Sebelum suatu usaha/kegiatan dilaksanakan seyogyanya mengantongi izin
pemanfaatan ruang, dengan catatan Kegiatan tersebut harus dilakukan dalam
kawasan budidaya bukan di kawasan lindung. Apabila dilakukan di kawasan lindung
maka harus memenuhi persyaratan tertentu baik itu berhubungan dengan peraturan
zonasi maupun ketentuan teknis lainnya yang diatur oleh sektor terkait.
No comments:
Post a Comment