SOSIALISASI DAN
LOKAKARYA PENILAIAN KETAHANAN DAERAH DALAM RANGKA PENURUNAN INDEKS RISIKO
BENCANA
Kabupaten Alor, termasuk dari 7
Kabupaten di NTT yang diundang menghadiri kegiatan Lokakarya Penilaian
Ketahanan Daerah dalam rangka penurunan Indeks Risiko Bencana pada kesempatan
ini. selain Alor, Kota Kupang, Belu, Manggarai, Sikka, Ende, dan Ngada menjadi
peserta kegiatan ini. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri
oleh 136 Kabupaten/Kota di Indonesia yang menjadi lokus target RPJMN 2015-2019
untuk penanggulangan Bencana yaitu penurunan indeks risiko bencana pada
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi sebesar 30%. Perwakilan
Kabupaten/Kota yang diundang mengikuti Kegiatan ini adalah Kepala Pelaksana
BPBD, bagian Program BPBD dan Kepala BAPPEDA.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam
penurunan indeks risiko bencana ada tiga komponen yang perlu dikaji lebih jauh
yaitu tingkat ancaman bencana, tingkat kerentanan terhadap bencana dan tingkat
kapasitas dalam menghadapi bencana. Secara khusus mengenai ancaman bencana alam
tidak dapat diintervensi karena merupakan hal yang alami, “anugerah” atau
pemberian (given) dari alam. Sementara itu yang dapat dilakukan untuk
menurunkan risiko bencana adalah mengupayakan penurunan kerentanan terhadap
bencana dan meningkatkan kapasitas menghadapi bencana.
Dalam tataran perencanaan
nasional, upaya penurunan indeks risiko bencana termuat dalam Kebijakan
Nasional Pananggulangan Bencana sebagaimana materi yang disampaikan oleh Dr.
Raditya Jati, Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB. Lebih lanjut Jati
menyampaikan bahwa dalam mencapai target penurunan risiko bencana BNPB mendorong
Pemerintah Daerah untuk melakukan tiga hal yaitu menurunkan tingkat kerentanan
bencana, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana dan menginternalisasi PRB dalam kerangka pembangunan di
daerah. Ketiga hal itu yang perlu adanya kerjasama dan kolaborasi antara
pemangku kepentingan di daerah. Karena urusan bencana bukan urusan pemerintah
saja tetapi sudah merupakan urusan bersama antara pemerintah (daerah dan
pusat), masyarakat dan dunia usaha.
Secara khusus kegiatan ini
sebagai upaya peningkatan kapasitas pemerintah Daerah yang diinisiasi oleh BNPB
dengan menilai terlebih dahulu kapasitas yang telah dimiliki pemerintah daerah
saat ini. penilaian kapasitas melalui alat bantu (tool) yang telah dirancang
oleh BNPB. Diharapkan BPBD dan Bappeda bersama OPD terkait dapat duduk bersama
menilai kapasitas yang telah dimiliki pemerintah daerah dalam penanggulangan
Bencana. karena kapasitas yang dinilai bukanlah kapasitas BPBD tetapi
sesungguhnya merupakan kapasitas seluruh komponen Pemerintah Daerah dalam
menghadapi bencana.
Saya mewakili BAPPELITBANG Kabupaten Alor sebagai
instansi di daerah yang seringkali diundang oleh BNPB mengikuti kegiatan
sejenis juga perlu tanggap dan peduli dalam urusan kebencanaan. BAPPEDA sebagai
unit kerja yang memimpin dan mengarsiteki perencanaan di daerah perlu terus
mengawal terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan
daerah seperti RPJMD dan RKT Organisasi Perangkat Daerah. Bencana tidak dapat
dikelola secara responsif lagi tetapi perlu adanya upaya-upaya preventif yang
dimulai dengan dimasukkannya PRB dalam dokumen-dokumen perencanaan daerah dan
diaktualisasikan dalam program dan kegiatan pembangunan.
Saat ini bencana tidak hanya
dipandang sebagai urusan kemanusiaan tetapi sudah merupakan investasi
pembangunan. Sebagai contoh pembangunan yang telah berjalan bertahun-tahun di
Palu, Donggala dan sekitarnya dalam sekejap hancur luluh lantah dengan jumlah
kerugian mencapai kurang lebih 18,48 Triliun Rupaih (TRC BNPB dan UNDP). Bisa
diperkirakan tingkat kerusakannya dengan jumlah kerugian seperti itu. Sudah
saatnya pemerintah daerah berinvestasi dengan memaksimalkan program dan
kegiatan yang mendukung pengurangan risiko bencana di Daerah.
No comments:
Post a Comment